Target Produksi Emas Indonesia Capai 70-80 Ton per Tahun Berkat Dua Pabrik Pemurnian
6tv.info - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa Indonesia ditargetkan mampu memproduksi 70-80 ton emas per tahun mulai tahun ini. Hal ini menyusul beroperasinya dua pabrik atau fasilitas pengolahan dan pemurnian emas milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia (PTFI).
"Di Freeport itu melahirkan 60 ton emas, kurang lebih 50-60, di Amman itu 18-22 ton. Jadi kurang lebih sekitar 70-80 ton emas per tahun. Yang dulunya kita nggak pernah tahu Bapak Ibu semua. Nilai tambahnya itu dibawa keluar," ujar Bahlil dalam acara Human Capital Summit (HCS) 2025 di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Pabrik milik PTFI yang berlokasi di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, merupakan fasilitas pemurnian logam mulia (precious metal refinery/PMR) dengan nilai investasi mencapai US$ 630 juta. Fasilitas ini diperkirakan mampu menghasilkan 50-60 ton emas per tahun dari hasil pengolahan 3 juta ton konsentrat.
Sementara itu, pabrik milik PT Amman Mineral yang berlokasi di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), memiliki kapasitas produksi 18-22 ton emas per tahun. Fasilitas PMR milik Amman ini dapat mengolah sekitar 900 ribu kilo ton konsentrat per tahun dari tambang Batu Hijau. Dengan nilai investasi sekitar US$ 1,4 miliar, smelter ini berdiri di kawasan seluas 272 hektare.
Keberadaan dua fasilitas pengolahan dan pemurnian emas ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dalam negeri. Bahlil menegaskan bahwa pihaknya tengah mendorong agar pembangunan proyek hilirisasi dapat lebih digencarkan kepada turunan-turunan yang bernilai tambah lebih tinggi.
Rincian Kapasitas Produksi Emas Nasional dari Dua Fasilitas Pemurnian
Fasilitas pemurnian logam mulia milik PT Freeport Indonesia di Gresik memiliki kapasitas pengolahan yang sangat besar. Dengan kemampuan mengolah hingga 3 juta ton konsentrat per tahun, pabrik ini diperkirakan dapat menghasilkan 50-60 ton emas murni setiap tahunnya. Angka ini menjadikan fasilitas PMR Freeport sebagai kontributor terbesar dalam pencapaian target produksi emas nasional, dengan porsi sekitar 75% dari total target.
Di sisi lain, fasilitas pemurnian milik PT Amman Mineral di Sumbawa Barat memiliki kapasitas pengolahan 900 ribu ton konsentrat tembaga per tahun. Dari jumlah tersebut, pabrik dapat menghasilkan 18-22 ton emas, 55 ton perak, 220 ribu ton katoda tembaga, 801 ribu ton asam sulfat, dan 77 ton selenium. Meskipun kapasitasnya lebih kecil dibandingkan dengan fasilitas Freeport, kontribusi Amman tetap signifikan dalam mencapai target produksi emas nasional.
Jika kedua fasilitas ini beroperasi dengan kapasitas penuh, total produksi emas Indonesia bisa mencapai 70-80 ton per tahun. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu produsen emas terbesar di dunia. Menurut laporan dari Investing News Network yang mengacu pada data United States Geological Survey (USGS), Indonesia saat ini menempati urutan ke-10 dengan total produksi emas mencapai 100 metrik ton pada 2024.
"Di Freeport itu melahirkan 60 ton emas, kurang lebih 50-60, di Amman itu 18-22 ton. Jadi kurang lebih sekitar 70-80 ton emas per tahun. Yang dulunya kita nggak pernah tahu Bapak Ibu semua. Nilai tambahnya itu dibawa keluar." - Menteri ESDM Bahlil Lahadalia
Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Emas PT Freeport Indonesia
Fasilitas pemurnian logam mulia PT Freeport Indonesia berlokasi di kawasan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur. Kawasan industri terintegrasi ini dipilih karena memiliki infrastruktur yang mendukung, termasuk pelabuhan dan jaringan transportasi yang memadai untuk mendukung operasional pabrik skala besar.
Nilai investasi pembangunan fasilitas PMR Freeport mencapai US$ 630 juta, atau sekitar Rp 10 triliun. Menurut Bahlil, biaya pembangunan smelter milik PT Freeport Indonesia secara keseluruhan bahkan mencapai US$ 3-4 miliar, atau setara dengan lebih dari Rp 65 triliun. Investasi ini termasuk untuk pembangunan smelter tembaga yang juga berlokasi di kawasan yang sama.
Bahlil menyebut bahwa smelter milik PT Freeport Indonesia merupakan "smelter single line terbesar di dunia" yang saat ini sudah berproduksi. Status ini menjadikan Indonesia memiliki fasilitas pengolahan mineral kelas dunia yang mampu mengolah konsentrat dalam jumlah besar dengan efisiensi tinggi.
Kontribusi PT Amman Mineral dalam Pencapaian Produksi Emas Domestik
Fasilitas pengolahan dan pemurnian emas PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMIN) berlokasi di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Smelter ini berdiri di kawasan seluas 272 hektare, menjadikannya salah satu fasilitas industri terbesar di kawasan Indonesia timur. Lokasi ini dipilih karena kedekatan dengan tambang Batu Hijau yang merupakan sumber konsentrat utama.
Nilai investasi pembangunan smelter Amman mencapai sekitar US$ 1,4 miliar atau setara dengan Rp 22,91 triliun. Dengan kapasitas pengolahan 900 ribu ton konsentrat tembaga per tahun, smelter ini menjadi salah satu fasilitas pengolahan mineral terbesar di Indonesia timur.
Selain menghasilkan 18-22 ton emas per tahun, smelter Amman juga menghasilkan berbagai produk sampingan yang bernilai ekonomi tinggi. Dari pengolahan konsentrat, fasilitas ini dapat memproduksi 220 ribu ton katoda tembaga, 801 ribu ton asam sulfat, 55 ton perak, dan 77 ton selenium setiap tahunnya.
Program Hilirisasi Mineral dan Peningkatan Nilai Tambah Produksi Emas
Kebijakan hilirisasi mineral merupakan salah satu program unggulan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Melalui kebijakan ini, pemerintah mendorong pengolahan bahan mentah mineral di dalam negeri sebelum diekspor. Tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
Nilai tambah dari pemurnian emas di dalam negeri sangat signifikan. Jika sebelumnya Indonesia hanya mengekspor konsentrat dengan nilai ekonomi yang terbatas, kini dengan adanya fasilitas pemurnian dalam negeri, nilai tambah dari proses pengolahan dapat dinikmati di dalam negeri. Selain itu, produksi emas murni dalam negeri juga mengurangi kebutuhan impor dan berpotensi meningkatkan cadangan devisa negara.
Bahlil menyatakan bahwa pemerintah tidak akan berhenti pada tahap pemurnian emas saja. Ke depan, pemerintah akan mendorong pengembangan industri turunan dari mineral, seperti industri kabel, copper foil, dan produk-produk lain yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. "Nah ini juga bagian dari pekerjaan, dan kita akan dorong untuk membangun industri hilirisasi di sektor kabel dan macam-macamnya. Copper foil dan segala macam," kata Bahlil.
Posisi Indonesia dalam Peta Produsen Emas Global
Indonesia saat ini menempati urutan ke-10 dalam daftar negara produsen emas terbesar di dunia. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Investing News Network yang mengacu pada data dari United States Geological Survey (USGS), Indonesia mencatatkan total produksi emas mencapai 100 metrik ton (MT) pada 2024. Dengan peningkatan kapasitas produksi menjadi 70-80 ton per tahun dari dua fasilitas pemurnian baru, posisi Indonesia berpotensi untuk naik dalam peringkat global.
Dari segi cadangan, Indonesia memiliki proven reserve emas sekitar 2.600 ton, menempati peringkat ke-6 di dunia. Meski demikian, angka ini masih jauh di bawah Australia (12.000 ton), Rusia (11.000 ton), Afrika Selatan (5.000 ton), AS dan China (masing-masing 3.000 ton). Dengan cadangan yang cukup besar, Indonesia memiliki potensi untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan produksi emasnya dalam jangka panjang.
Target produksi emas nasional sebesar 70-80 ton per tahun merupakan pencapaian signifikan bagi Indonesia. Kontribusi dari dua fasilitas pemurnian utama, yakni PT Freeport Indonesia dengan kapasitas 50-60 ton emas per tahun dan PT Amman Mineral dengan kapasitas 18-22 ton emas per tahun, menjadi kunci dalam mencapai target tersebut. Keberhasilan ini menandai era baru dalam industri pertambangan Indonesia, di mana nilai tambah dari sumber daya mineral dapat dinikmati di dalam negeri.
Peningkatan produksi emas dalam negeri memberikan dampak ekonomi yang luas, mulai dari penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan negara, hingga penguatan neraca perdagangan. Dengan kemampuan memproduksi 70-80 ton emas per tahun, Indonesia berpotensi mengurangi impor emas dan bahkan menjadi eksportir emas ke pasar global. Hal ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan komoditas global dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.