Yusril Bantah Perundingan Rahasia Indonesia-Israel, Tegaskan Tidak Pernah Ada Pertemuan
6tv.info - Indonesia diberitakan media Israel, Ynet, melakukan perundingan rahasia dengan Israel terkait rencana normalisasi hubungan antarnegara. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, membantah keras tudingan tersebut dan menegaskan bahwa tidak pernah ada pertemuan rahasia antara kedua negara.
"Pertemuan seperti itu tidak pernah ada," tegas Yusril kepada wartawan lewat pesan tertulis, Kamis (29/5/2025). Pernyataan ini merupakan respons langsung terhadap pemberitaan media Israel Ynet yang mengklaim adanya perundingan rahasia antara Indonesia dan Israel pada tahun 2024.
Yusril juga menilai istilah yang digunakan media Israel mengenai 'normalisasi hubungan' antara Indonesia dan Israel tidak benar. Karena pada kenyataannya, lanjut dia, Indonesia sejak awal memang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, sehingga istilah normalisasi menjadi tidak tepat dalam konteks ini.
Dalam laporannya, Ynet menyebutkan bahwa perundingan rahasia tersebut dilakukan sebagai balas budi kepada Israel terkait pencalonan Indonesia sebagai anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Media Israel itu mengklaim bahwa Israel menarik penolakannya terhadap keanggotaan Indonesia di OECD sebagai bagian dari kesepakatan tersebut.
Meski demikian, Yusril menegaskan bahwa Indonesia tetap konsisten pada posisinya mendukung penuh kemerdekaan dan pembentukan negara Palestina sebagai solusi atas konflik berkepanjangan di Timur Tengah. Ia menekankan bahwa Israel harus terlebih dahulu mengakui kemerdekaan Palestina sebelum Indonesia mempertimbangkan untuk membuka hubungan diplomatik.
Bantahan Tegas Menko Yusril Terhadap Klaim Media Israel
Dalam bantahannya, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa tidak pernah ada pertemuan rahasia antara Indonesia dan Israel seperti yang diberitakan oleh media Israel Ynet. Ia menolak keras klaim tersebut dan menyatakan bahwa pemberitaan itu tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
"Pertemuan seperti itu tidak pernah ada," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Kamis (29/5/2025).
Selain membantah adanya pertemuan rahasia, Yusril juga mengkritisi penggunaan istilah "normalisasi hubungan" yang digunakan oleh media Israel. Menurutnya, istilah tersebut tidak tepat karena Indonesia memang tidak pernah memiliki hubungan diplomatik dengan Israel sejak awal kemerdekaan. "Indonesia memang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel sejak awal," jelasnya.
Untuk memperkuat bantahannya, Yusril menjelaskan bahwa ia sendiri hadir dalam Sidang OECD di Paris pada akhir Maret 2025 dan menyampaikan pidato bersama Presiden Guatemala. "Tidak ada isu seperti yang diberitakan media Israel tersebut dibahas dalam sidang tersebut," tuturnya, menegaskan bahwa tidak ada pembahasan mengenai normalisasi hubungan atau kesepakatan rahasia dengan Israel dalam forum internasional tersebut.
Bantahan tegas dari Menko Yusril ini menunjukkan sikap resmi pemerintah Indonesia yang menolak narasi yang dibangun oleh media Israel. Hal ini juga menegaskan konsistensi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina dan tidak tergoda untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa syarat pengakuan terhadap negara Palestina.
Klarifikasi Soal Pencalonan Indonesia di OECD
Terkait dengan pencalonan Indonesia sebagai anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Yusril mengakui bahwa Israel memang pernah menyampaikan wacana dukungan terhadap pencalonan Indonesia di organisasi tersebut. Namun, dukungan itu disertai dengan syarat dibukanya hubungan diplomatik antara kedua negara.
"Permintaan tersebut telah kami tolak," tegas Yusril, menunjukkan sikap tegas Indonesia yang tidak bersedia membuka hubungan diplomatik dengan Israel hanya demi mendapatkan dukungan untuk keanggotaan di OECD. Penolakan ini menegaskan prinsip politik luar negeri Indonesia yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.
Yusril juga menjelaskan bahwa dalam keanggotaan organisasi internasional, termasuk PBB, tidak pernah disyaratkan adanya hubungan diplomatik dengan seluruh negara anggota lainnya. Artinya, Indonesia tetap bisa menjadi anggota OECD tanpa harus memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
"Pencalonan Indonesia sebagai anggota OECD tidak bergantung pada sikap atau dukungan Israel," tegasnya, menunjukkan bahwa Indonesia tidak membutuhkan dukungan Israel untuk menjadi anggota OECD. Pernyataan ini sekaligus membantah klaim media Israel bahwa ada kesepakatan rahasia terkait pencalonan Indonesia di OECD.
Pemberitaan Media Israel Ynet dan Konteksnya
Media Israel Ynet dalam laporannya menyebutkan bahwa Indonesia dan Israel terlibat dalam perundingan rahasia pada tahun 2024. Perundingan tersebut diklaim menghasilkan kesepakatan normalisasi hubungan antara kedua negara, dengan imbalan Israel menarik penolakannya terhadap keanggotaan Indonesia di OECD.
Dalam artikel berjudul "Indonesia's president says ready for normalization with Israel if Palestinian state", Ynet juga membahas pernyataan terbaru Presiden Prabowo Subianto yang membuka peluang bagi Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan Israel jika Palestina diakui sebagai negara merdeka. Artikel tersebut kemudian mengaitkannya dengan klaim perundingan rahasia yang terjadi setahun lalu.
Pemberitaan Ynet ini muncul dalam konteks meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel terkait konflik di Gaza dan upaya berbagai negara untuk mendorong solusi dua negara. Media Israel tersebut tampaknya berusaha menggambarkan adanya pergeseran sikap Indonesia terhadap Israel, meskipun klaim tersebut telah dibantah tegas oleh pejabat tinggi Indonesia.
Perlu dicatat bahwa Ynet merupakan salah satu media online terbesar di Israel yang sering menjadi rujukan dalam isu-isu politik luar negeri Israel. Namun, dalam kasus ini, pemberitaannya telah dibantah secara resmi oleh pemerintah Indonesia melalui pernyataan Menko Yusril Ihza Mahendra.
Posisi Indonesia Terhadap Konflik Palestina-Israel
Dalam klarifikasinya, Yusril menegaskan kembali posisi Indonesia yang konsisten mendukung solusi dua negara dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Dukungan ini sejalan dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang telah lama berpihak pada kemerdekaan Palestina dan pembentukan negara Palestina yang berdaulat.
"Israel harus terlebih dahulu mengakui kemerdekaan Palestina. Atas dasar pengakuan tersebut, barulah Indonesia mempertimbangkan membuka hubungan diplomatik dengan Israel," tegas Yusril, menjelaskan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum Indonesia bersedia menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Pernyataan ini menegaskan bahwa Indonesia tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel tanpa adanya pengakuan terhadap kemerdekaan Palestina. Hal ini menunjukkan konsistensi Indonesia dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan dan kedaulatan sebagai sebuah negara.
Yusril juga menjelaskan bahwa isu pembukaan hubungan diplomatik Indonesia-Israel kembali menjadi sorotan setelah Presiden Prabowo Subianto menegaskan dukungan Indonesia terhadap solusi dua negara dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Namun, ia menekankan bahwa pernyataan Presiden Prabowo tetap konsisten dengan posisi Indonesia selama ini yang mendukung kemerdekaan Palestina.
Implikasi Terhadap Hubungan Indonesia-Israel ke Depan
Meski membantah adanya perundingan rahasia, pernyataan Yusril tetap membuka kemungkinan normalisasi hubungan dengan Israel di masa depan, dengan syarat yang jelas: pengakuan terhadap kemerdekaan Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak menutup pintu sepenuhnya terhadap hubungan diplomatik dengan Israel, namun menetapkan prasyarat yang tegas.
"Atas dasar pengakuan tersebut, barulah Indonesia mempertimbangkan membuka hubungan diplomatik dengan Israel," kata Yusril, menunjukkan bahwa Indonesia bersedia mempertimbangkan hubungan diplomatik jika syarat pengakuan terhadap Palestina terpenuhi. Pernyataan ini sejalan dengan sikap Presiden Prabowo yang juga membuka peluang normalisasi dengan syarat yang sama.
Posisi Indonesia ini mencerminkan pendekatan pragmatis dalam politik luar negeri, di mana Indonesia tetap berpegang pada prinsip mendukung kemerdekaan Palestina, namun juga tidak menutup kemungkinan untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel jika syarat-syarat tertentu terpenuhi. Pendekatan ini memungkinkan Indonesia untuk tetap konsisten dengan prinsipnya sambil tetap membuka ruang untuk dialog di masa depan.
Namun, mengingat situasi konflik yang masih berlangsung di Gaza dan ketidakpastian proses perdamaian di Timur Tengah, kemungkinan normalisasi hubungan Indonesia-Israel dalam waktu dekat tampaknya masih jauh dari kenyataan. Indonesia kemungkinan akan tetap mempertahankan posisinya yang mendukung kemerdekaan Palestina dan menuntut pengakuan terhadap negara Palestina sebagai prasyarat untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Konsistensi Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Bantahan Yusril terhadap klaim media Israel menegaskan konsistensi kebijakan luar negeri Indonesia yang selama ini berpihak pada kemerdekaan Palestina. Sejak era kemerdekaan, Indonesia memang tidak pernah memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel, dan selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan dan kedaulatan.
Sikap Indonesia ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang dianut sejak lama, di mana Indonesia tidak memihak blok kekuatan tertentu namun aktif memperjuangkan perdamaian dunia dan keadilan. Dalam konteks konflik Palestina-Israel, Indonesia secara konsisten mendukung solusi dua negara dan pengakuan terhadap negara Palestina yang berdaulat.
Meski ada tekanan dan dinamika politik internasional, Indonesia tetap berpegang pada prinsip ini dan tidak tergoda untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa adanya pengakuan terhadap kemerdekaan Palestina. Hal ini menunjukkan keteguhan Indonesia dalam memegang prinsip dan nilai-nilai yang diyakininya dalam politik luar negeri.
Dengan demikian, bantahan Yusril terhadap klaim media Israel bukan hanya sekedar klarifikasi faktual, tetapi juga penegasan kembali posisi Indonesia yang konsisten dalam mendukung kemerdekaan Palestina dan menuntut pengakuan terhadap negara Palestina sebagai prasyarat untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel.