Fakta Terungkap: Benarkah Ada Skripsi Palsu Jokowi? Simak Klarifikasi Lengkapnya!

Foto Joko Widodo

6tv.info - Belakangan ini, jagat maya kembali diramaikan dengan perbincangan hangat seputar isu skripsi palsu Jokowi. Tuduhan ini sontak memicu polemik dan pertanyaan di benak publik. Apakah benar dokumen akademik Presiden ke-7 RI, Ir. Joko Widodo, yang diraihnya dari Universitas Gadjah Mada (UGM) diragukan keasliannya? Mari kita telusuri bersama fakta-fakta di balik kontroversi ini.

Kontroversi ini bermula ketika Rismon Hasiholan Sianipar, seorang ahli digital forensik dan mantan dosen Universitas Mataram, mengunggah video yang mempertanyakan keaslian skripsi dan ijazah Jokowi. Dalam videonya, Rismon mengklaim bahwa lembar pengesahan dan sampul skripsi Jokowi menggunakan font Times New Roman yang menurutnya belum ada di era 1980-an hingga 1990-an. Tuduhan ini kemudian menjadi viral dan memicu perdebatan sengit di media sosial.

Tak butuh waktu lama, isu dugaan pemalsuan dokumen akademik ini menyebar cepat bak api membakar jerami kering. Warganet terpecah menjadi dua kubu: sebagian mempercayai tuduhan tersebut dan sebagian lagi meragukan klaim Rismon. Berbagai spekulasi bermunculan, mulai dari teori konspirasi hingga analisis amatir tentang teknologi percetakan era 80-an. Situasi ini menciptakan kebingungan di tengah masyarakat yang kesulitan membedakan fakta dan opini.

Keaslian dokumen akademik seorang pemimpin negara bukanlah hal sepele yang bisa diabaikan begitu saja. Ini menyangkut integritas dan kredibilitas seseorang yang telah dipercaya memimpin bangsa selama dua periode. Jika tuduhan tersebut benar, tentu akan menimbulkan konsekuensi serius, tidak hanya bagi Jokowi secara pribadi, tetapi juga bagi institusi pendidikan yang mengeluarkan ijazah tersebut dan sistem pendidikan nasional secara keseluruhan.

Untuk mengklarifikasi isu yang telah memicu keresahan publik ini, kita perlu menelaah penjelasan resmi dari pihak-pihak berwenang. Universitas Gadjah Mada sebagai almamater Jokowi dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah melakukan verifikasi mendalam terhadap dokumen-dokumen yang dipersoalkan. Yuk, simak bersama hasil temuan dan klarifikasi lengkap dari kedua institusi kredibel tersebut!

Klarifikasi Resmi UGM: Bantahan Tegas Terkait Tuduhan Skripsi Palsu Jokowi

Menanggapi tuduhan yang beredar luas, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, angkat bicara dan menyatakan penyesalannya atas informasi menyesatkan yang disampaikan oleh Rismon. Dalam pernyataannya pada Jumat (21/3) di Kampus UGM, Sigit menegaskan bahwa ijazah dan skripsi Joko Widodo adalah asli. "Kita sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan oleh seorang dosen yang seharusnya bisa mencerahkan dan mendidik masyarakat dengan informasi yang bermanfaat," ujarnya dengan nada tegas.

Terkait penggunaan font Times New Roman yang menjadi dasar tuduhan pemalsuan, UGM memberikan penjelasan yang masuk akal. Menurut Sigit, pada era 1980-an, sudah jamak mahasiswa menggunakan jasa percetakan di sekitar kampus untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan skripsi. Percetakan seperti Prima dan Sanur (yang kini sudah tutup) sudah menyediakan layanan cetak dengan font Times New Roman atau font serupa. "Fakta adanya mesin percetakan di Sanur dan Prima juga seharusnya diketahui yang bersangkutan karena yang bersangkutan juga kuliah di UGM," tegasnya, merujuk pada Rismon yang juga merupakan alumnus UGM dari Prodi Teknik Elektro.

Soal penomoran ijazah Jokowi yang disebut tidak menggunakan klaster namun hanya angka saja, Sigit menjelaskan bahwa pada masa itu, Fakultas Kehutanan memiliki kebijakan tersendiri dalam penomoran ijazah dan belum ada penyeragaman dari tingkat universitas. Sistem penomoran tersebut tidak hanya berlaku pada ijazah Jokowi, tetapi pada semua ijazah lulusan Fakultas Kehutanan saat itu. "Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan FKT, singkatan dari nama fakultas," jelasnya dengan detail.

UGM juga menekankan bahwa rekam jejak akademik Jokowi terdokumentasi dengan sangat baik. Jokowi tercatat sebagai mahasiswa aktif yang mengikuti perkuliahan, terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan (Silvagama), menempuh berbagai mata kuliah, hingga mengerjakan skripsi setebal 91 halaman. Menariknya, meski sampul dan lembar pengesahan skripsi Jokowi dicetak di percetakan, seluruh isi tulisan skripsinya masih menggunakan mesin ketik, sesuai dengan kebiasaan mahasiswa pada masa itu.

Kesaksian dari teman seangkatan Jokowi, Frono Jiwo, semakin memperkuat bantahan UGM. Frono mengaku prihatin dengan informasi yang beredar di media sosial tentang dugaan skripsi palsu Jokowi. Ia menceritakan bahwa dirinya merupakan teman satu angkatan dengan Jokowi, sama-sama masuk kuliah tahun 1980 dan wisuda bersama pada tahun 1985. "Kami seangkatan dengan Pak Jokowi, masuk tahun 1980," kenangnya. Frono juga membenarkan bahwa tampilan ijazahnya sama persis dengan ijazah Jokowi, hanya berbeda pada nomor kelulusan.

"Perlu diketahui ijazah dan skripsi dari Joko Widodo adalah asli. Ia pernah kuliah di sini, teman satu angkatan beliau mengenal baik beliau, beliau aktif di kegiatan mahasiswa (Silvagama), beliau tercatat menempuh banyak mata kuliah, mengerjakan skripsi, sehingga ijazahnya pun dikeluarkan oleh UGM adalah asli." - Sigit Sunarta, Dekan Fakultas Kehutanan UGM

Hasil Investigasi Bareskrim Polri: Bukti Forensik Mematahkan Dugaan Skripsi Palsu

Tidak hanya UGM, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri juga telah melakukan penyelidikan mendalam terhadap kasus dugaan pemalsuan dokumen akademik Jokowi. Pada Kamis (22/5), Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, mengumumkan penghentian penyelidikan kasus tersebut. "Sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya," tegas Djuhandhani dalam konferensi pers. Alasannya sederhana namun kuat: tidak ditemukan adanya unsur pidana dalam perkara tersebut setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan forensik.

Tim penyelidik Bareskrim tidak main-main dalam melakukan verifikasi. Mereka melakukan uji laboratorium forensik (labfor) yang sangat komprehensif terhadap ijazah asli Jokowi dengan membandingkannya dengan tiga ijazah milik rekan-rekan seangkatannya di Fakultas Kehutanan UGM. Pengujian ini mencakup berbagai aspek, mulai dari bahan kertas, fitur pengaman kertas, teknik pencetakan, tinta tulisan, hingga cap stempel dan tinta tanda tangan milik dekan serta rektor saat itu. Hasilnya? "Dari penelitian tersebut maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama," jelas Djuhandhani.

Skripsi Jokowi yang berjudul "Studi Tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis Pada Pemakaian Akhir di Kota Madya Surakarta" juga tidak luput dari pemeriksaan. Setelah diteliti, petugas menemukan bahwa mesin ketik yang digunakan dalam penulisan skripsi Jokowi adalah mesin dengan tipe huruf Pica. Sementara untuk lembar pengesahan skripsinya, dicetak menggunakan teknik letterpress, yang ditandai dengan permukaan tulisan yang cekung atau tidak rata saat diraba. "Terhadap uji labfor tersebut bersesuaian dengan keterangan dari pemilik percetakan saat itu sehingga terjawab tidak ada proses cetak menggunakan alat lain selain mesin ketik dan alat cetak hand press atau letterpress," ungkap Djuhandhani.

Bareskrim juga menemukan sejumlah bukti pendukung yang semakin memperkuat keaslian status kemahasiswaan dan kelulusan Jokowi. Di antaranya adalah berita acara ujian atas nama Joko Widodo, surat keterangan bebas pinjaman (syarat wisuda), bukti pendaftaran dan penerimaan di UGM tahun 1980 yang termuat di koran Kedaulatan Rakyat edisi Jumat Kliwon 18 Juli 1980, formulir registrasi, surat pernyataan mahasiswa, Kartu Hasil Studi (KHS), bukti pembayaran SPP, hingga dokumen ujian praktik. Semua dokumen ini juga telah melalui uji laboratoris dan dinyatakan identik atau asli.

Keseriusan investigasi Bareskrim terlihat dari jumlah saksi yang diperiksa, yakni mencapai 39 orang. Para saksi tersebut meliputi pelapor (Tim Pembela Ulama dan Aktivis/TPUA), 10 orang dari lingkungan UGM, 8 orang alumni Fakultas Kehutanan UGM periode 1982-1988, seorang guru besar dari Universitas Diponegoro Semarang, 3 orang pemilik percetakan, hingga Jokowi sendiri sebagai terlapor. Pemeriksaan terhadap begitu banyak saksi menunjukkan bahwa Bareskrim benar-benar ingin memastikan kebenaran dengan seakurat mungkin.

"Dari penelitian tersebut maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama." - Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Dirtipidum Bareskrim Polri

Mengapa Isu Keaslian Skripsi Jokowi Masih Menjadi Perdebatan?

Meski UGM dan Bareskrim telah memberikan klarifikasi yang jelas dan didukung bukti forensik, isu dugaan skripsi palsu Jokowi masih saja menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Fenomena ini tidak lepas dari polarisasi politik yang masih kental di Indonesia. Bagi sebagian orang, tuduhan pemalsuan dokumen akademik menjadi "amunisi" untuk menyerang kredibilitas Jokowi, terlepas dari fakta dan bukti yang ada. Di sisi lain, pendukung Jokowi cenderung langsung membela tanpa menelaah bukti secara objektif. Polarisasi semacam ini membuat diskusi publik sulit mencapai titik temu yang rasional.

Era digital dan media sosial juga turut berperan dalam memperpanjang umur isu semacam ini. Informasi, baik yang benar maupun yang keliru, dapat menyebar dengan sangat cepat dan luas melalui berbagai platform. Algoritma media sosial yang cenderung menampilkan konten yang sesuai dengan preferensi pengguna semakin memperkuat bias konfirmasi, di mana orang hanya mau menerima informasi yang selaras dengan keyakinan mereka sebelumnya. Akibatnya, meski sudah ada bantahan resmi, sebagian masyarakat tetap memilih untuk percaya pada narasi yang mereka inginkan.

Berdasarkan klarifikasi resmi dari UGM dan hasil investigasi forensik Bareskrim Polri, tuduhan tentang skripsi palsu Jokowi tidak memiliki dasar yang kuat. Kedua institusi kredibel tersebut telah memberikan penjelasan detail yang didukung oleh bukti-bukti konkret, mulai dari hasil uji laboratorium forensik, kesaksian teman seangkatan, hingga dokumen-dokumen pendukung yang memvalidasi status kemahasiswaan dan kelulusan Jokowi dari UGM. Semua bukti mengarah pada satu kesimpulan: dokumen akademik Jokowi asli, bukan palsu seperti yang dituduhkan.

Kontroversi seputar keaslian skripsi Jokowi ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua tentang pentingnya verifikasi informasi sebelum mempercayai dan menyebarkannya. Di era digital yang penuh dengan informasi simpang siur, sikap kritis dan kebiasaan melakukan cross-check dari sumber terpercaya menjadi keterampilan yang wajib dimiliki. Jangan sampai kita terjebak dalam pusaran hoaks atau disinformasi yang hanya akan memecah belah dan menimbulkan keresahan di masyarakat.

Sebagai warga negara yang bijak, mari kita lebih mengedepankan fakta dan data dari sumber resmi, bukan sekadar opini atau tuduhan tanpa bukti. Dengan begitu, kita bisa berkontribusi dalam menciptakan ruang diskusi publik yang sehat, berdasarkan fakta, dan jauh dari provokasi yang tidak bertanggung jawab. Pada akhirnya, kebenaran akan selalu menemukan jalannya, seperti yang terjadi dalam kasus dugaan skripsi palsu Jokowi ini.

أحدث أقدم