Terungkap! Smartphone Korea Utara Selundupan Daily NK Berisi Fitur Mengerikan untuk Propaganda

Foto Presiden Korea Utara

6tv.info - Sebuah investigasi mengejutkan terungkap setelah organisasi media berbasis Korea Selatan (Korsel), Daily NK, berhasil menyelundupkan smartphone Korea Utara pada tahun lalu. BBC kemudian melakukan penelusuran mendalam terhadap smartphone selundupan tersebut dan menemukan berbagai fitur mengerikan yang dirancang khusus sebagai alat propaganda dan pengawasan ketat rezim Kim Jong Un terhadap warganya.

Perangkat seluler tersebut diprogram sedemikian rupa untuk menjadi instrumen propaganda melawan Korea Selatan. Salah satu fitur paling mengejutkan adalah sistem koreksi otomatis yang secara sistematis menghilangkan kata-kata berunsur Korea Selatan dan menggantinya dengan versi Korea Utara (Korut) yang sarat propaganda. Ini menunjukkan bagaimana teknologi dimanfaatkan sebagai alat kontrol informasi yang sangat ketat.

Contoh nyata dari sistem sensor ini terlihat ketika pengguna mengetik frasa "Korea Selatan", smartphone tersebut secara otomatis mengoreksinya menjadi "negara boneka" - istilah merendahkan yang sering digunakan rezim Korut untuk merujuk pada tetangga selatannya. Begitu juga dengan kata "oppa" yang dalam bahasa Korea berarti kakak laki-laki dan populer digunakan sebagai panggilan sayang di Korsel, secara otomatis diubah menjadi "comrade" (kawan) - istilah yang lebih sesuai dengan ideologi komunis.

Lebih mengkhawatirkan lagi, ponsel Korut hasil selundupan ini dilengkapi dengan fitur pengawasan tersembunyi yang mengambil tangkapan layar (screenshot) secara diam-diam setiap 5 menit. Hasil tangkapan layar tersebut kemudian disimpan dalam folder rahasia yang tidak dapat diakses oleh pengguna biasa. Para ahli menduga folder ini dirancang agar dapat diakses oleh otoritas Korea Utara untuk memantau aktivitas digital warganya secara menyeluruh.

Fitur-fitur ini sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Kim Jong Un pada tahun 2023, yang secara resmi melarang warga Korea Utara menggunakan frasa Korea Selatan atau berbicara dengan aksen Korsel. Pelanggaran terhadap aturan ini dianggap sebagai kejahatan negara dan dapat berujung pada hukuman berat. Dengan demikian, gawai Korea Utara ini menjadi perpanjangan tangan rezim untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut melalui teknologi digital.

Fitur Propaganda dalam Smartphone Korea Utara

Sistem sensor kata dalam smartphone Korea Utara selundupan ini merupakan contoh nyata bagaimana teknologi dimanipulasi untuk tujuan propaganda. Perangkat tersebut dilengkapi dengan kamus digital khusus yang secara otomatis mendeteksi dan mengganti kata-kata atau frasa yang dianggap "berbahaya" oleh rezim. Ini bukan sekadar fitur koreksi ejaan biasa, melainkan alat indoktrinasi yang dirancang untuk membentuk cara berpikir dan berkomunikasi warga.

Ketika pengguna mencoba mengetik kata atau frasa yang berkaitan dengan Korea Selatan, sistem akan segera menampilkan peringatan dan menawarkan penggantian kata yang sesuai dengan narasi resmi pemerintah. Peringatan ini tidak hanya berfungsi sebagai koreksi teknis, tetapi juga sebagai pengingat ideologis tentang apa yang dianggap "benar" menurut standar rezim. Bahkan dalam komunikasi pribadi, warga Korea Utara tidak pernah benar-benar bebas dari pengawasan dan kontrol negara.

"Smartphone saat ini menjadi bagian tak terpisahkan dari cara Korea Utara mengindoktrinasi rakyatnya," kata Martyn Williams, pakar teknologi Korea Utara dan peneliti senior informasi di Stimson Center yang berpusat di Washington, DC. Menurutnya, Korea Utara "mulai unggul" dalam perang teknologi melawan pengaruh luar.

Sistem Koreksi Otomatis sebagai Alat Indoktrinasi

Mekanisme koreksi otomatis dalam telepon pintar rezim Kim Jong Un ini bekerja dengan sangat canggih. Sistem ini tidak hanya mengganti kata-kata tertentu, tetapi juga mampu mengidentifikasi konteks penggunaannya. Misalnya, jika seseorang mencoba menulis pesan tentang kehidupan di Korea Selatan yang lebih baik, sistem akan mendeteksi nada positif tersebut dan mengubah kalimat untuk mencerminkan pandangan negatif terhadap Korsel sesuai propaganda resmi.

Selain contoh "Korea Selatan" menjadi "negara boneka" dan "oppa" menjadi "comrade", terdapat banyak kata lain yang juga dikoreksi secara otomatis. Istilah "K-pop" diubah menjadi "musik dekaden", "demokrasi" menjadi "kekacauan kapitalis", dan referensi tentang kebebasan pers diubah menjadi "propaganda imperialis". Bahkan nama-nama artis Korea Selatan pun diblokir atau diganti dengan istilah merendahkan, menunjukkan betapa detail sistem sensor ini dirancang.

Sistem Pengawasan Rahasia dalam Smartphone Korut

Fitur pengawasan tersembunyi dalam ponsel Korut hasil selundupan ini mungkin adalah aspek paling mengkhawatirkan dari temuan BBC. Setiap lima menit sekali, perangkat secara otomatis mengambil tangkapan layar tanpa sepengetahuan pengguna. Proses ini berjalan di latar belakang dan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kinerja normal smartphone atau menimbulkan kecurigaan pengguna.

Hasil tangkapan layar tersebut kemudian disimpan dalam folder tersembunyi yang dilindungi dengan enkripsi khusus. Folder ini tidak muncul dalam sistem file normal dan tidak dapat diakses melalui aplikasi pengelola file standar. Namun, diduga kuat bahwa otoritas Korea Utara memiliki aplikasi atau metode khusus untuk mengakses dan menganalisis data tersebut, baik secara langsung maupun ketika perangkat terhubung ke jaringan.

Implikasi dari sistem pengawasan ini sangat luas bagi kebebasan warga Korea Utara. Setiap interaksi digital, mulai dari pesan pribadi hingga catatan harian, potensial menjadi bukti yang dapat digunakan untuk menghukum mereka yang dianggap tidak loyal. Ini menciptakan budaya ketakutan dan sensor diri yang mendalam, di mana warga harus selalu waspada bahkan saat menggunakan perangkat pribadi mereka.

Teknologi sebagai Alat Kontrol Rezim

Pemanfaatan teknologi smartphone sebagai alat kontrol oleh rezim Korea Utara menunjukkan evolusi strategi pengawasan di era digital. Alih-alih sepenuhnya melarang teknologi modern, pemerintah Korut justru mengadopsi dan memodifikasinya untuk memperkuat cengkeraman mereka atas masyarakat. Dengan cara ini, mereka memberikan ilusi modernitas sambil tetap mempertahankan kontrol informasi yang ketat.

Jika dibandingkan dengan sistem pengawasan digital di negara-negara lain, pendekatan Korea Utara tergolong ekstrem namun efektif. Sementara banyak negara menerapkan sensor internet dan pemblokiran situs, Korea Utara melangkah lebih jauh dengan mengintegrasikan propaganda dan pengawasan langsung ke dalam perangkat keras. Ini menciptakan ekosistem digital tertutup yang hampir tidak mungkin ditembus oleh informasi dari luar tanpa risiko besar.

Spesifikasi Teknis Smartphone Korea Utara

Dari segi fisik, smartphone Korea Utara yang dianalisis memiliki desain yang cukup modern dengan layar melengkung dan kamera depan model punch-hole pada layar. Tampilan luarnya tidak jauh berbeda dengan ponsel Android pada umumnya, sehingga sulit dibedakan dari smartphone global hanya dengan melihat penampilannya. Ini mungkin merupakan strategi untuk menciptakan kesan bahwa teknologi Korea Utara setara dengan dunia luar.

Menurut laporan BBC, perangkat tersebut menggunakan versi modifikasi sistem operasi Android. Komponen-komponennya diimpor dari China dan Taiwan, menunjukkan ketergantungan Korea Utara pada pasokan teknologi dari negara-negara sekutu.

Merek smartphone yang beredar di Korea Utara meliputi Arirang dan Pyongyang, nama-nama yang memiliki signifikansi nasionalis. Arirang merujuk pada lagu rakyat tradisional Korea yang dianggap sebagai lagu kebangsaan tidak resmi, sementara Pyongyang adalah nama ibu kota negara tersebut. Penamaan ini konsisten dengan upaya rezim untuk menanamkan semangat nasionalisme dalam setiap aspek kehidupan warganya, termasuk teknologi.

Perbandingan dengan Smartphone Global

Meski tampak modern dari luar, spesifikasi smartphone Korea Utara ini tertinggal jauh dibandingkan perangkat global terkini. Ukuran layarnya berkisar antara 4,7 hingga 6 inci pada model-model terbaru, standar yang umum beberapa tahun lalu namun relatif kecil untuk smartphone premium saat ini. Kapasitas RAM-nya juga terbatas, hanya berkisar 2GB hingga 4GB, jauh di bawah standar 8GB hingga 12GB pada smartphone kelas menengah global.

Dari segi kamera, perangkat ini dilengkapi kamera utama dengan resolusi 8MP hingga 13MP dan kamera depan 5MP hingga 8MP. Spesifikasi ini setara dengan smartphone global entry-level atau mid-range dari beberapa tahun lalu. Memori internalnya berkisar antara 32GB hingga 128GB, yang cukup standar namun tanpa opsi penyimpanan cloud yang umum digunakan di negara lain karena keterbatasan akses internet.

Keunikan hardware yang ditemukan pada gawai Korea Utara ini adalah adanya slot microSD yang sangat penting bagi pengguna. Slot ini bukan sekadar fitur tambahan, melainkan jalur krusial bagi masuknya informasi dari luar. Kartu microSD menjadi media utama untuk menyelundupkan musik, film, dan acara televisi dari Korea Selatan ke dalam negara yang terisolasi tersebut.

Perang Informasi antara Korea Utara dan Korea Selatan

Keberadaan smartphone selundupan ini menjadi bukti nyata dari perang informasi yang sedang berlangsung antara Korea Utara dan Korea Selatan. Di satu sisi, rezim Korea Utara berusaha keras memblokir segala bentuk pengaruh budaya dan informasi dari Selatan, sementara di sisi lain, berbagai organisasi dari Korea Selatan aktif menyelundupkan konten untuk membuka mata warga Korea Utara tentang dunia luar.

Korea Selatan telah lama menggunakan berbagai metode untuk menembus tembok informasi Korea Utara. Selain menyelundupkan perangkat digital, mereka juga memasang pengeras suara di perbatasan yang menyiarkan berita dan musik K-pop, serta menggunakan balon udara untuk menjatuhkan selebaran propaganda. Semua upaya ini bertujuan untuk menantang narasi resmi pemerintah Korea Utara dan menunjukkan realitas kehidupan di luar negara tersebut.

Peran kartu microSD dalam perang informasi ini sangat vital. Ukurannya yang kecil membuatnya mudah disembunyikan dan diselundupkan, sementara kapasitasnya cukup besar untuk menyimpan banyak konten digital. Meskipun pemerintah Korea Utara berusaha mengontrol perangkat keras dengan fitur pengawasan, mereka tidak dapat sepenuhnya menghilangkan celah ini tanpa mengorbankan fungsionalitas dasar smartphone.

Upaya Penyelundupan Konten dari Korea Selatan

Organisasi nirlaba Korea Selatan seperti Unification Media Group (UMG) telah mengembangkan strategi sistematis untuk menyelundupkan informasi ke Korea Utara. Setiap bulan, mereka mengirimkan USB berisi konten terpilih ke Korea Utara melalui China dengan bantuan mitra terpercaya. Konten ini dipilih dengan hati-hati dan dikategorikan berdasarkan tingkat risikonya jika ditonton di Korea Utara.

Konten berisiko rendah biasanya berupa drama TV Korea Selatan dan lagu-lagu pop yang tampaknya tidak berbahaya. Namun, bahkan konten hiburan seperti ini memiliki dampak subversif karena menampilkan gaya hidup modern yang kontras dengan kondisi di Korea Utara. Serial Netflix seperti "When Life Gives You Tangerines" atau lagu-lagu populer dari penyanyi seperti Jennie menunjukkan kemakmuran dan kebebasan yang tidak pernah dialami warga Korea Utara.

"Sebagian besar pembelot dan pengungsi Korea Utara baru-baru ini mengatakan bahwa konten asinglah yang memotivasi mereka untuk mempertaruhkan nyawa saat melarikan diri," ungkap Sokeel Park dari organisasi Liberty di Korea Utara yang bekerja untuk mendistribusikan konten ini.

Kategori konten berisiko tinggi meliputi apa yang disebut sebagai "program pendidikan" oleh tim UMG. Ini berisi informasi tentang demokrasi dan hak asasi manusia, topik yang sangat ditakuti oleh rezim Kim Jong Un. Meskipun berisiko tinggi, konten semacam ini dianggap penting untuk membuka wawasan warga Korea Utara tentang sistem politik alternatif dan hak-hak dasar yang seharusnya mereka miliki.

Penutup: Teknologi di Tangan Rezim Otoriter

Analisis terhadap smartphone Korea Utara selundupan oleh Daily NK dan BBC ini memberikan gambaran mengkhawatirkan tentang bagaimana teknologi modern dapat dimanipulasi untuk tujuan kontrol dan propaganda. Alih-alih menjadi alat pembebasan dan akses informasi seperti di banyak negara, smartphone di Korea Utara justru menjadi perpanjangan tangan rezim untuk mengawasi dan mengindoktrinasi warganya.

Perang teknologi dan informasi di Semenanjung Korea kemungkinan akan terus berlanjut dan semakin kompleks di masa depan. Sementara Korea Utara terus menyempurnakan sistem sensor dan pengawasannya, organisasi-organisasi dari Korea Selatan dan internasional juga akan mengembangkan metode baru untuk menembus tembok digital tersebut. Dalam pertarungan ini, warga biasa Korea Utara berada di tengah-tengah, terperangkap antara kontrol rezim dan keinginan alami untuk mengakses informasi.

Di era digital global saat ini, upaya Korea Utara untuk mempertahankan kontrol informasi total mungkin akan semakin sulit. Meskipun perangkat seluler Korut dirancang dengan fitur pengawasan canggih, selalu ada celah dan inovasi yang memungkinkan informasi untuk menembus batas-batas yang paling ketat sekalipun. Pertanyaannya bukan lagi apakah informasi dari luar dapat masuk, tetapi seberapa besar dampaknya terhadap perubahan sosial dan politik di negara yang paling terisolasi di dunia ini.

أحدث أقدم