KPK Dalami Aliran Uang dari Agen TKA dalam Kasus Korupsi Kemnaker, Rp 53 Miliar Terkumpul

Foto Jubir KPK Budi Prasetyo

6tv.info - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah mendalami aliran uang yang berasal dari agen tenaga kerja asing (TKA) dalam kasus korupsi pengurusan izin di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Lembaga anti-rasuah ini fokus menelusuri kemana saja dana hasil pemerasan tersebut mengalir dan siapa saja pihak yang menerimanya.

"Dari beberapa saksi yang telah dipanggil, penyidik di antaranya mendalami terkait dengan aliran uang yang berasal dari agen TKA. Jadi, kita akan telisik dan telusuri aliran-aliran uang itu kepada siapa saja, kepada pihak-pihak mana saja," kata Jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (29/5/2025).

Kasus korupsi pengurusan TKA di Kemnaker ini telah menyeret delapan orang sebagai tersangka. KPK menduga adanya praktik pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta dan PKK) Kemnaker terhadap para calon tenaga kerja asing yang hendak bekerja di Indonesia.

Dalam upaya mengungkap kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk tiga pegawai Kemnaker pada Rabu (28/5/2025). Mereka adalah M Ariswan Fauzi selaku Staf Tata Usaha Direktorat PPTKA Kemnaker tahun 2016-2025; Adhitya Narrotama selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kementerian Tenaga Kerja; dan Angga Erlatna selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kementerian Tenaga Kerja.

Berdasarkan penyelidikan KPK, praktik pemerasan ini telah berlangsung sejak tahun 2019. Hasil perhitungan sementara menunjukkan bahwa uang yang terkumpul dari hasil tindak pidana ini mencapai sekitar Rp 53 miliar. Angka yang sangat besar ini menunjukkan betapa sistematis dan masifnya praktik korupsi yang terjadi di lembaga tersebut.

KPK Telusuri Aliran Dana dari Agen TKA

Fokus utama penyelidikan KPK saat ini adalah menelusuri aliran dana dari para agen TKA yang terlibat dalam proses pengurusan izin tenaga kerja asing di Kemnaker. Penyidik KPK berupaya mengungkap siapa saja pihak yang menerima aliran dana tersebut dan bagaimana mekanisme pembagiannya.

"Semua saksi hadir dan didalami terkait aliran uang dari para agen TKA serta proses verifikasi dokumen izin TKA yang dilakukan," ungkap Budi Prasetyo dalam keterangannya.

Agen TKA memiliki peran penting dalam kasus ini, karena mereka menjadi perantara antara calon tenaga kerja asing dengan pihak Kemnaker. Berdasarkan konstruksi perkara yang dibangun KPK, para calon TKA masuk ke Indonesia melalui agen-agen ini, yang kemudian berinteraksi dengan oknum pejabat Kemnaker dalam proses pengurusan izin.

Selain aliran dana, KPK juga mendalami proses verifikasi dokumen izin TKA yang dilakukan oleh pihak Kemnaker. Penyidik ingin mengetahui apakah ada penyimpangan dalam proses verifikasi tersebut, seperti pemalsuan dokumen atau pemberian izin kepada TKA yang tidak memenuhi syarat.

Delapan Tersangka dalam Kasus Korupsi Kemnaker

KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengurusan izin penggunaan TKA di Kemnaker. Meski identitas para tersangka belum diungkap secara detail, namun KPK menyebutkan bahwa mereka adalah oknum pejabat di lingkungan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa para tersangka diduga melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing yang hendak bekerja di Indonesia. "Oknum Kemnaker pada Dirjen Binapenta: memungut/memaksa seseorang memberikan sesuatu Pasal 12e dan atau menerima gratifikasi Pasal 12 B terhadap para Calon Kerja Asing yang akan bekerja di Indonesia," ujar Asep.

Modus operandi yang digunakan para tersangka adalah dengan meminta sejumlah uang kepada calon TKA melalui agen-agen penyalur. Jika permintaan tersebut tidak dipenuhi, maka proses pengurusan izin akan dipersulit atau bahkan ditolak. Praktik ini telah berlangsung sistematis selama bertahun-tahun.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal ini berkaitan dengan tindak pidana pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi.

Pemeriksaan Saksi Terbaru oleh KPK

Dalam upaya mengungkap kasus ini secara menyeluruh, KPK terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Pada Rabu (28/5/2025), KPK memeriksa tiga pegawai Kemnaker, yaitu M Ariswan Fauzi, Adhitya Narrotama, dan Angga Erlatna. Ketiganya diperiksa terkait aliran uang dari para agen TKA serta proses verifikasi dokumen izin.

M Ariswan Fauzi merupakan Staf Tata Usaha Direktorat PPTKA Kemnaker tahun 2016-2025. Sementara Adhitya Narrotama dan Angga Erlatna keduanya menjabat sebagai Pengantar Kerja Ahli Muda Kementerian Tenaga Kerja. Ketiga saksi ini diduga memiliki informasi penting terkait aliran dana dan proses pengurusan izin TKA di Kemnaker.

Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi lain, termasuk dua mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta dan PKK) Kemnaker. Mereka adalah Suhartono selaku Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker 2020-2023, dan Haryanto selaku Dirjen Binapenta Kemnaker periode 2024-2025.

Selain itu, KPK juga memeriksa Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017-2019, dan Devi Angraeni selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2024-2025. Pemeriksaan terhadap para pejabat ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut kasus korupsi di Kemnaker.

Pemerasan TKA Sejak 2019 dengan Total Rp 53 Miliar

Berdasarkan penyelidikan KPK, praktik pemerasan terhadap calon TKA di Kemnaker telah berlangsung sejak tahun 2019. Selama kurun waktu tersebut, para tersangka berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp 53 miliar dari hasil tindak pidana korupsi ini.

"Pemerasan ini berlangsung sejak tahun 2019. Hasil perhitungan sementara bahwa uang yang dikumpulkan dari hasil tindak pidana ini sekitar Rp 53 miliar," kata Jubir KPK Budi Prasetyo. Angka yang sangat besar ini menunjukkan betapa sistematis dan masifnya praktik korupsi yang terjadi di lembaga tersebut.

Mekanisme pemerasan yang dilakukan cukup rapi dan terstruktur. Para calon TKA yang ingin bekerja di Indonesia harus mengurus Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) melalui Kemnaker. Dalam proses pengurusan tersebut, oknum pejabat Kemnaker meminta sejumlah uang melalui agen-agen penyalur TKA.

Kasus korupsi ini tentu berdampak negatif terhadap iklim investasi dan ketenagakerjaan di Indonesia. Praktik pemerasan terhadap TKA dapat menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, serta mencoreng citra Indonesia di mata internasional.

Respons Kementerian Ketenagakerjaan

Menanggapi kasus korupsi ini, Kementerian Ketenagakerjaan telah mengambil sejumlah langkah. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli telah mencopot sejumlah pejabat yang terlibat dalam kasus suap pengurusan TKA. Langkah ini diambil sebagai bentuk komitmen Kemnaker dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi.

"Kami mendukung penuh upaya KPK dalam mengusut tuntas kasus ini. Kemnaker berkomitmen untuk melakukan pembenahan sistem dan tata kelola pengurusan izin TKA agar lebih transparan dan akuntabel," ujar Menteri Ketenagakerjaan dalam pernyataan resminya.

Sebagai langkah perbaikan, Kemnaker berencana untuk melakukan digitalisasi dan otomatisasi proses pengurusan izin TKA. Dengan sistem yang lebih transparan dan minim interaksi langsung, diharapkan praktik korupsi dan pemerasan dapat diminimalisir. Kemnaker juga akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur dan persyaratan pengurusan izin TKA.

Langkah KPK Selanjutnya dalam Penanganan Kasus

KPK menyatakan akan terus mendalami kasus korupsi pengurusan TKA di Kemnaker ini. Lembaga anti-rasuah tersebut akan fokus pada penelusuran aliran dana dan pengembangan kasus untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat.

"KPK akan terus mendalami kasus ini, termasuk kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat. Kami juga akan menelusuri seluruh aset yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi," tegas Budi Prasetyo.

Kasus korupsi di sektor ketenagakerjaan, khususnya yang melibatkan tenaga kerja asing, perlu mendapat perhatian serius. Selain merugikan keuangan negara, praktik korupsi ini juga berdampak pada iklim investasi dan citra Indonesia di mata internasional. Oleh karena itu, pengungkapan kasus ini secara tuntas menjadi sangat penting untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik serupa di masa mendatang.

Lebih baru Lebih lama